Ft. Siliyana Angelita Manurung, anak dari Ibu penjual Tuak (kiri), Lapo Tuak milik orangtua Siliyana yang porak poranda (kanan).
“Tadi kami dapat telepon dari Polsek Medan, katanya ibu itu diantarkan oleh masyarakat. Jadi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ibu itu diamankan di Polsek,” kata Armada Mendrofa, kuasa hukum Angelita, Kamis (13/9/2018).
Selain itu, ujar Mendrofa, sejumlah warga juga menyerahkan dua sepeda motor yang dirampas dari rumah Siliyana kepada polisi, yang diduga oleh para warga bahwa sepeda motor tersebut juga barang hasil curian yang di jual ke Ibu dari Siliyana.
Ia menyayangkan perlakuan yang dialami Angelita dan ibunya. Menurutnya, Angelita dan ibunya adalah korban tindakan main hakim sendiri.
Mendrofa menduga oknum yang melakukan penganiayaan, perusakan, dan perampasan adalah oknum suruhan seseorang yang kita sebut saja Marlon Purba (Nama Asli), pria tua yang memukul wajah Angelita hingga memar.
Karena itu, Angelita pun melaporkan Marlon Purba ke Polrestabes Medan atas dugaan penganiayaan serta perusakan dan perampasan barang milik orang lain.
Mendrofa membantah tudingan Marlon dan para warga yang menyebutkan bahwa ibu Siliyana adalah penadah barang curian.
“Tidak ada masyarakat yang membuat laporan kehilangan (dan terkait dengan ibu Angelita),” katanya.
“Kalau mereka melakukan tindak pidana, ya melalui proses hukumlah. Jangan main hakim sendiri. Tapi bagaimana kita bisa mengatakan mereka penadah kalau tidak ada laporan kehilangan dari masyarakat setempat,” tambahnya.
Seorang perempuan muda, Siliyana Angelita Manurung, meluapkan jeritan hatinya melalui media sosial dan mengaku dianiaya bersama ibunya oleh warga di sekitar rumahnya.
Siliyana yang tinggal di daerah Medan Estate, Deliserdang ini, meminta tolong kepada warganet, lembaga bantuan hukum (LBH), dan para jurnalis untuk menolong ia dan ibunya yang menurutnya telah menjadi korban persekusi.
Melalui video yang diunggah di akun Facebooknya, Rabu (12/8/2018), Siliyana yang nampak dengan bekas lebam masih nampak di wajahnya, menceritakan kejadian yang dialaminya dan ibunya sambil menangis dengan penuh perasaan marah dan sakit hati.
Ungkapnya, pada Selasa (11/9/2018) malam, ada dua orang pemuda datang ke rumah mereka hendak menjual sepatu kepada ibunya yang dikenal di daerah itu sebagai penjual tuak dan memiliki lapo tuak di Jermal 15, Keramat Indah.
"Awalnya ibu saya menolak, tapi anak itu memaksa karena dengan alasan ingin membeli nasi, belum makan."
'Akhirnya mamakku membelinya," lanjutnya.
Sepatu pun berpindah tangan. Ibunya menyerahkan uang sebesar Rp15 ribu.
Pada rabu pagi esok harinya, Siliyana dibangunkan oleh karyawan di lapo milik ibunya.
"Tadi pagi, saya juga tidak tahu bagaimana ceritanya, saya masih tidur di kamar, pekerja disini membangunkan saya (mengatakan) 'Kak, mama di arak-arak sama orang kampung sini. Gara-gara mama beli sepatu dari si Basir," ujarnya.
Siliyana pun sontak langsung bergegas keluar rumah untuk mendapatkan kembali ibunya dari cengkraman tangan para warga dan si Marlon Purba yang juga ada di tempat kejadian perkara.
Begitu sampai di lokasi dimana banyak warga berkumpul, ia mengaku melihat sesuatu yang menyayat hati dan harga dirinya sebagai anak, ibunya diikat di sebuah pohon dengan hanya mengenakan pakaian dalam.
"Hati seorang anak begitu sampai di TKP melihat kondisi ibunya diikat layaknya seperti binatang, hanya menggunakan baju dalam dikalungkan karton dikalungkan sepatu yang dia beli."
"Hati saya sebagai seorang anak sangat teriris," ujarnya sambil menangis.
Saat hendak menolong ibunya yang berkalungkan karton bertuliskan "Saya Penadah..", Siliyana mengaku dianiaya oleh seorang pria yang kita sebut saja namanya Marlon Purba (sekali lagi ini nama aslinya), yang menurutnya adalah pimpinan sebuah ormas.
Awalnya, Siliyana berkata bahwa pria itu tidak berhak menghakimi ibunya.
Ternyata setelah itu kepalan tangan Marlon Purba melayang ke wajah Siliyana dua kali.
"Lalu saya ingin maju lagi, tetapi masyarakat memegang saya sampai saya terjatuh di tanah. Kemudian mama saya diarak-arak lagi sampai di lapangan bola samping rumah saya," kata Siliyana yang yatim dan tinggal berdua dengan ibunya.
Setelah diarak-arak dengan sangat tidak manusiawi, warga pun memberikan dua pilihan kepada ibu dan Siliyana; mereka angkat kaki dari wilayah itu atau jika tidak warga akan menghancurkan kedai tuak mereka.
Kenyataannya, kedai tuak semi permanen milik ibunya itu sudah hancur porak-poranda.
Selain itu, menurut Siliyana, warga juga mengambil paksa dua sepeda motor dari rumahnya dan menuduh bahwa motor itu juga adalah barang curian.
OPINI REDAKSI : "Kuy... Gaes.... OTEWE VIRALKAN.....".




Tidak ada komentar:
Posting Komentar