Tuntutan Hukuman Mati Aman Abdurrahman, Sang Pemimpin JAD - SEWURI | Berita Dalam dan Luar Negeri

News

Post Top Ad

Your Ad Spot

Jumat, 18 Mei 2018

Tuntutan Hukuman Mati Aman Abdurrahman, Sang Pemimpin JAD


Sewuri - Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarman dituntut mati. Aman diyakini oleh jaksa penuntut sebagai otak dari sejumlah rencana teror di Indonesia, termasuk bom Thamrin pada 2016 silam.

"Menuntut supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan Aman Abdurrahman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme," ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jaksel, Jumat (18/5/2018).

Jaksa dalam tuntutan-nya memaparkan terbentuknya Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pada pertemuan di Malang pada November 2014. Aman disebut oleh jaksa juga memerintahkan untuk membentuk struktur wilayah dan program-program untuk ditindak lanjuti.

Wilayah itu di antaranya Kalimantan, Ambon, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jabodetabek, dan Sulawesi.

"Dalam kelompok JAD, terdakwa Aman Abdurrahman diposisikan oleh para pengikutnya sebagai rujukan dalam ilmu," sambung jaksa.

Setelah pengurussan organisasi terbentuk di Malang, seluruh amir wilayah menurut jaksa mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mendukung daulah islamiyah serta mempersiapkan kegiatan Amaliyah jihad.

"Fakta di atas wujud keinginan terdakwa menggerakkan orang lain ikhwan-ikhwan yang dianggapnya sepemahaman atau kepada pengikutnya-pengikutnya untuk bersegera melakukan apa yang dianjurkan. Baik berupa anjuran langsung atau buku atau situs internet atau MP3 sekaligus wadah yang dibentuk, yaitu JAD, yang dibentuk dengan tujuan mendukung ISIS di Suriah-Irak dan memudahkan niat terdakwa untuk menggerakkan orang-orang yang tergabung dalam JAD sehingga terdakwa memberikan dalil-dalil yang menurutnya syar’i dan diteruskan kepada pengikut," papar jaksa.

Menurut jaksa, Aman lewat Jamaah Ansharut Daulah (JAD) menggerakkan bom Gereja Oikumene di Samarinda, bom Thamrin, bom Kampung Melayu, serta penusukan polisi di Sumut dan penembakan polisi di Bima.

Aman Abdurrahman alias Oman Rochman langsung meninggalkan ruang sidang seusai pembacaan tuntutan hukuman mati oleh jaksa penuntut. Aman langsung diborgol sebelum keluar dari ruang sidang.

Pantauan di lokasi, Aman langsung menghampiri tim penasihat hukum setelah majelis hakim menutup sidang, Jumat (18/5/2018). Setelah itu, Aman langsung mengenakan baju tahanan dan tangan diborgol dengan dikawal 3 polisi bersenjata lengkap.

Alasan Dituntut Hukuman Mati 

Aman Abdurrahman, terdakwa kasus pengeboman di Jl Thamrin, Jakarta, dituntut hukuman mati. Jaksa menganggap perbuatan Aman sangat sadis sehingga tak ada hal yang dapat meringankan tuntutannya selain vonis mati.

"Hal yang meringankan, tidak ditemukan hal yang meringankan," ujar jaksa Anita Dewayani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera, Jumat (18/5/2018).

Sedangkan dari hal yang memberatkan, jaksa Anita menganggap perbuatan Aman menimbulkan banyak korban

"Terdakwa merupakan residivis kasus terorisme, penggodok dan pendiri JAD, yang menentang NKRI, yang dianggapnya sebagai kafir dan harus diperangi. Terdakwa penggerak pengikutnya untuk melakukan Amaliyah teror sehingga menimbulkan banyak korban meninggal dan luka," ujar jaksa.

Jaksa menyatakan Aman melanggar Pasal 14 jo 6 dan Pasal 14 jo 7 UU No 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Perbuatan Aman juga menghilangkan nyawa anak dalam peristiwa bom Samarinda.

Sebagai Otak Dari Beberapa Aksi Teror Di Indonesia

Jaksa dalam surat tuntutan-nya memaparkan sejumlah teror yang didalangi Aman lewat kelompok JAD. Antara lain :

Pertama, aksi teror bom di gereja Samarinda pada 13 November 2016. Pelaku teror ini menurut jaksa ikut dalam pertemuan JAD di Malang.

Kedua, teror bom Kampung Melayu pada 24 Mei 2017 yang dilakukan Muhammad Iqbal alias Kiki.

"Muhammad Iqbal adalah murid terdakwa dan berada dalam satu sel tahanan dengan terdakwa di Lapas Nusakambangan yang dipesankan terdakwa untuk meneruskan dakwah tentang tauhid," sambung jaksa.

Ketiga, teror pada 25 Juni 2017, teror penyerangan polisi di Polda Sumatera Utara. Dalam teror ini, satu orang polisi gugur karena diserang menggunakan senjata tajam.

"Syawaluddin Pakpahan dan teman-temannya melakukan amaliyah dengan menyerang Mapolda Sumatera Utara dan membunuh anggota polisi. Syawaluddin Pakpahan meskipun tidak pernah bertemu muka dengan terdakwa namun sudah lama mengenal nama terdakwa dari buku Seri Materi Tauhid yang dikarang terdakwa dan dibaca dan dipahami Syawaluddin Pakpahan," kata jaksa.

Keempat, Senin 11 September 2017, teror penembakan anggota polisi di Bima NTB dengan pelaku Muhammad Iqbal Tanjung alias Iqbal alias Usamah bersama temannya.

"Muhammad Iqbal Tanjung juga mendapatkan pemahaman tauhid sebagaimana yang disampaikan terdakwa, antara lain tentang syirik demokrasi," sambung jaksa.

"Bahwa terdakwa juga menganjurkan para pengikut untuk hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan Daulah Khilafah Islamiyah," papar jaksa.

Teror bom dan penyerangan ke anggota polisi menurut jaksa terjadi setelah dibentuknya Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pada pertemuan di Malang pada November 2014.

Hasil dari pertemuan tersebut, terbentuk pengurus di wilayah-wilayah yakni Kalimantan, Ambon, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jabodetabek dan Sulawesi.

"Setelah acara di Malang yang berhasil membentuk pengurus, maka seluruh amir wilayah mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan mendukung Daulah Islamiyah serta mempersiapkan kegiatan amaliah jihad memerangi kaum kafir seperti halnya di Indonesia sebagaimana ceramah terdakwa," papar jaksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot